Prinsip Pemberian kredit
Pemberian kredit kepada seorang
calon debitur harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan prinsip 5C :
1. Character
Merupakan data tentang
kepribadian dari calon pelanggan seperti sifat-sifat pribadi,
kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun
hobinya. Kegunaan dari penilaian tesebut untuk mengetahui sampai sejauh mana
iktikad/kemauan calon calon debitur untuk memenuhi kewajibannya (wiilingness to
pay) sesuai dengan janji yang telah ditetapkan.
Pemberian kredit atas dasar
kepercayaan, sedangkan yang mendasari suatu kepercayaan, yaitu adanya keyakinan
dari pihak bank bahwa calon debitur memiliki moral, watak dan sifat-sifat
pribadi yang positif dan koperatif. Disamping itu mempunyai tanggung jawab,
baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupan sebagai anggota
masyarakat, maupun dalam menjalankan usahanya. Karakter merupakan faktor yang
dominan, sebab walaupun calon debitur tersebut cukup mampu untuk menyelesaikan
hutangnya, kalau tidak mempunyai itikad yang baik tentu akan membawa kesulitan
bagi bank dikemudian hari.
2 Capacity
Capacity dalam hal ini merupakan
suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi
kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya yang akan dibiayai
dengan kredit dari bank. Jadi jelaslah maksud penilaian dari terhadap capacity
ini untuk menilai sampai sejauh mana hasil usaha yang akan diperolehnya
tersebut akan mampu untuk melunasinya tepat pada waktunya sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati (Mulyono,1993)
Pengukuran capacity dari calon
debitur dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain pengalaman
mengelola usaha (business record) nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola
(pernah mengalami masa sulit apa tidak, bagaimana mengatasi kesulitan).
Capacity merupakan ukuran dari ability to pay atau kemampuan dalam membayar.
3 Capital
Adalah kondisi kekayaan yang
dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat dari neraca,
laporan rugi-laba, struktur permodalan, ratio-ratio keuntungan yang diperoleh
seperti return on equity, return on investment. Dari kondisi di atas bisa
dinilai apakah layak calon pelanggan diberi pembiayaan, dan beberapa besar
plafon pembiayaan yang layak diberikan.
4 Condition of economy
Kredit yang diberikan juga perlu
mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon
debitur. Ada suatu usaha yang sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh
karena itu perlu mengaitkan kondisi ekonomi dengan usaha calon debitur.
Permasalahan mengenai Condition
of economy erat kaitannya dengan faktor politik, peraturan perundang-undangan
negara dan perbankan pada saat itu serta keadaan lain yang mempengaruhi
pemasaran seperti Gempa bumi, tsunami, longsor, banjir dsb.
Sebagai contoh beberapa saat yang
lalu terjadi gejolak ekonomi yang bersifat negatif dan membuat nilai tukar
rupiah menjadi sangat rendah, hal ini menyebabkan perbankan akan menolak setiap
bentuk kredit invenstasi maupun konsumtif.
5 Collateral
Adalah jaminan yang mungkin bisa
disita apabila ternyata calon debitur benar-benar tidak bisa memenuhi
kewajibannya .Collateral diperhitungkan paling akhir, artinya bilamana masih
ada suatu kesangsian dalam pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa
menilai harta yang mungkin bisa dijadikan jaminan. Pada hakikatnya bentuk
collateral tidak hanya berbentuk kebendaan bisa juga collateral tidak berwujud,
seperti jaminan pribadi (bortogch), letter of guarantee, rekomendasi. Penilaian
terhadap collateral ini dapat ditinjau dari 2 (dua) segi yaitu :
a. Segi ekonomis yaitu nilai
ekonomis dari barang-barang yang akan digunakan.
b. Segi yuridis apakah agunan
tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk dipakai sebagai agunan.
Faktor-faktor penyebab yang
merupakan kesalahan pihak kreditur adalah:
1. Keteledoran bank mematuhi
peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;
2. Terlalu mudah memberikan
kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar
kelayakan permintaan kredit yang diajukan;
3. Konsentrasi dana kredit pada
sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;
4. Kurang memadainya jumlah
eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;
5. Lemahnya bimbingan dan
pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit;
6. Jumlah pemberian kredit yang
melampaui batas kemampuan bank;
7. Lemahnya kemampuan bank
mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk mendeteksi arah
3. Cara Penyelesaian Kredit Macet
Penghapusan kredit macet terdiri
atas dua tahap, yaitu : (a) Hapus buku atau penghapusan secara bersyarat atau
conditional write-off, dan (b) Hapus tagih atau penghapusan secara mutlak atau
absolute write-off. Dalam program hapus buku, portofolio kredit macet
dikeluarkan dari pembukuan bank, namun pihak bank masih tetap melakukan
penagihan atas kredit macet tersebut. Jika program hapus buku tidak berhasil
dan proses penagihan sulit dilakukan, maka manajemen bank dapat membuat program
hapus tagih sehingga portofolio kredit macet tersebut tidak perlu ditagih lagi.
Hapus buku dan hapus tagih terhadap kredit macet baru boleh dilaksanakan jika
pihak bank telah berupaya keras
Selain itu Untuk menyelesaikan
dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-usaha
sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222-223)
a. Rescheduling (Penjadwalan
Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit
hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang
(grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua
debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur
yang menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk
membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha
debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
b. Reconditioning (Persyaratan
Ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau
seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian
atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut
tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh
kredit menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan
‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan
diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
c. Restructuring (Penataan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit
yang menyangkut:
-.penambahan dana bank ,atau
-.konversi seluruh atau sebagian
tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru,dan atau
-.konversi seluruh atau sebagian
dari kredit menjadi pernyertaan banak atau mengambil patner yg lain untuk
menambah penyertaan
d. liquidation (Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang
yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini
dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah
tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah
tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan
dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan.
Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan dan
aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi
atau pelelangan.
Belum ada tanggapan untuk "pbk"
Posting Komentar